Minggu, 03 Maret 2013

pengantar perpajakan



Perlawanan Pajak adalah hambatan-hambatan dalam pemungutan pajak baik yang disebabkan oleh kondisi negara dan rakyatnya maupun disebabkan oleh usaha-usaha wajib pajak yang disadari ataupun tidak disadari mempersulit pemasukan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Walaupun pajak tidak bisa dipungut tanpa adanya persetujuan dari rakyat, pemerintah selalu berusaha untuk memberikan penerangan dan penyuluhan agar rakyat mempunyai kesadaran akan kewajibannya membayar pajak.
Menurut R. Santoso Brotodihardjo dalam bukunya “ Pengantar Ilmu Hukum Pajak “ perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan antara Perlawanan  Pasif dan Perlawanan Aktif.

1.     Perlawanan Pasif 
Perlawanan Pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi, perkembangan intelektual dan moral penduduk serta system pemungutan pajak itu sendiri.
           Misalnya antara negara industri dengan negara agraris, akan berbeda      dalam hal melaksanakan pencatatan pembukuan. Demikian pula dalam kemajuan tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat di negara industri telah terorientasi “ bank minded “.      


2.  Perlawanan Aktif

     Perlawanan Aktif adalah meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak.
Usaha perlawanan aktif dapat dibedakan menjadi 3 ( tiga ) cara, yaitu :
a.     Penghindaran diri dari pajak ( Tax Saving )
Penghindaran diri dari pajak dapat dilakukan dengan cara tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi penyebab timbulnya utang pajak. Misalnya dengan menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan pajak, mengganti pemakaian barang kena pajak dengan barang yang tidak kena pajak atau kegiatan lainnya.
Ketidakjelasan atau lemahnya Undang Undang atau mungkin lemahnya control aparat pajak, akan menyebabkan adanya lubang-lubang kelemahan yang dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk menghindari atau memperkecil jumlah pajaknya. Pemanfaatan lubang-lubang kelemahan untuk menghindari atau memperkecil pajak oleh wajib pajak disebut dengan “loopholes”. Dan penghindaran diri dari pajak yang seperti ini disebut “ tax avoidance “.
b.     Pengelakan pajak( Tax Evasion )
Pengelakan pajak dilakukan dengan cara penyelundupan pajak yaitu dengan menyembunyikan keadaan-keadaan yang sebenarnya. Pengelakan yang seperti ini benar-benar suatu pelanggaran terhadap Undang Undang atau ketentuan peraturan perpajakan.
Misalnya dengan membuat pernyataan yang tidak benar, membuat laporan yang tidak benar/palsu, membuat pembukuan ganda, tidak melaporkan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan sampingan.
Pengelakan pajak dengan cara seperti diatas disebut dengan “ tax Evasion “.

c.     Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak meliputi tindakan menolak untuk membayar pajak yang telah ditetapkan oleh fiskus atau menolak untuk memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Misalnya usaha menggagalkan penyitaan.
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), pemungutan dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui.Pajak lebih realistis tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.


b. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur Undang-Undang.Tanpa menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.


c. Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan.Pada awal tahun dihitung berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang sebebnarnya.

2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas Domisili
Negara berhak untuk mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak diwilayahnya baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri.

b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assesment system
adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (FISKUS) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
ciri-cirinya :
1.     wewenang untuk menentukan besarya pajak terutang ada pada fiskus
2.     wajib pajak bersifat pasif
3.     utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
ciri-cirinya adalah :
1.     wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
2.     wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3.     fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
ciri-cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga pihak selain fiskus dan wajib pajak.

Secara struktural menurut tarif pajak dibagi dalam empat jenis yaitu :
1.     Tarif proporsional(a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak.Contoh:Pajak Pertambahan Nilai
2.     Tarif regresif (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak menurun ketika dasar pengenaan pajak meningkat.
3.     Tarif progresif (a progresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contoh Pajak Pengahsilan
4.     Tarif degresif ( a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
Tarif Pajak yang berlaku untuk Pajak Penghasilan di Indonesia adalah tarif progressif sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan.Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai berlaku tarif pajak proporsional yaitu 10%.
Berdasarkan pasal 17 ayat 1Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, besarnya tarif pajak penghasilan yang diterapkan bagi penghasilan wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.       Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dgn Rp 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah)
5% (lima persen)
Diatas Rp 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah) sampai dengan Rp 250.000.000 (dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)
15% (lima belas persen)
Diatas Rp 250.000.000 (dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah)
25% (dua puluh lima persen)
Diatas Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah)
30% (tiga puluh persen)
2.          Wajib Pajak badan dalam negeri
Untuk wajib pajak badan dalam negeri dikenakan tariff tunggal yaitu sebesar 25% yang berlaku sejak tahun 2010.
Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia berdasarkan Undang-undang :

1. Official Assessment System
Official assessement system adalah suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (kantor pajak) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.
Sistem ini umumnya diterapkan terhadap jenis pajak yang melibatkan masyarakat luas di mana masyarakat selaku subjek/wajib pajak dipandang belum mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan pajak.
Salah satu contoh pajak yang masih menggunakan sistem ini adalah pajak bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan mau tidak mau akan melibatkan masyarakat dari semua lapisan, yakni mereka yang memiliki, menguasai, atau mengambil manfaat dari bumi dan atau bangunan sebagai subjek pajak (wajib pajak).

2. Self Assessement System
Self assessement system adalah suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk memnentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Sistem ini umumny diterapkan pada jenis pajak di mana wajib pajak dipandang cukup mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan utang pajak sendiri.
Salah satu contoh pajak yang masih menggunakan sistem ini adalah Pajak penghasilan (PPn), pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPn.BM).

3. With Holding System
With Holding System adalah sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Dengan demikian, yang banyak melakukan tangguang jawab adalah pihak ketiga. Hal seperti ini dapat dilihat misalnya dalam pajak penghasilan pasal 21 dimana pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun dan sebagainya yang kepadanya diserahi tanggung jawab untuk memotong pajak atas penghasilan yang mereka bayarkan.
Cara Pemungutan Pajak:
1.     Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yg dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelmahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui)

2.     Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan pada suatu anggapan yg diatur oleh undang- undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yg dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

3.     Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.



Hambatan pemungutan pajak
1.     Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antar lain:
a.     Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b.     Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c.     Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik

2.     Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak dengan tidak melanggar undang- undang. Bentuknya antara lain:
a.     Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang- undang.
b.     Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang- undang (menggelapkan pajak).


Tarif Pajak
1.     Tarif sebanding/ proprsional
Tarif berupa presentase yg tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai pajak yang dikenai pajak.
Contoh: untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

2.     Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 1.000,00

3.     Tarif progresif
Presentase tarif yang digunakan semakin besarbila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh: pasal 17 UU PPh 2000
Lapisan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan dan BUT
·         Sampai dengan Rp 50.000.000,00 tarif pajak 10%
·         Diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00 tarif pajak 15%
·         Diatas Rp 100.000.000,00 tarif pajak 30%
Menurut kenaikan presentase tarifnya, tarif progesif dibagi:
a.     Tarif progesif progesif: kenaikan presentase semakin besar
b.     Tarif progesif tetap: kenaikan presentase tetap
c.     Tarif progesif degresif: kenaikan presentase semakin kecil
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 UU PPh tersebut diatas termasuk tarif progesif progesif.

4.     Tarif degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar