TRANSFORMASI STRUKTURAL
PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Perubahan
Struktur Ekonomi
·
Suatu proses pembangunan ekonomi yang cukup lama dan telah menghasilkan
suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan suatu perubahan
mendasar dalam struktur ekonominya. Perubahan struktur ekonomi terjadi akibat
perubahan sejumlahf aktor, bisas hanya dari sisi permintaan agregat, sisi
penawran agregat atua dari kedua sisi pada waktu yang bersamaan (Tulus
Tambunan, 1996).
·
Dari sisi permintaan agregat, faktor yang sangat dominan adalah
peningkatan tingkat pendapatan masyarakat rata-rata yang perubahannya
mengakibatkan perubahan dalam selera dan komposisi barang-barang yang
dikonsumsi. Hal ini menggairahkan pertumbuhan industri baru.
·
Dari sisi penawaran agregat, faktor utamanya adalah perubahan teknologi
dan penemuan bahan baku
atau material baru untuk berproduksi, yang semua ini memungkinkan untuk membuat
barang-barang baru dan akibat realokasi dana investasi serta resources utama
lainnya dari satu sektor ke sektor yang lain. Realokasi ini disebabkan oleh
kebijakan, terutama industrialisasi dan perdagangan, dari pemerintah yang
memang mengutamakan pertumbuhan output di sektor-sektor tertentu, misalnya industri
(Tulus Tambunan, 1996).
2. Profil
Perekonomian Indonesia
Akhir Pelita V
·
Profil ekonomi memberikan gambaran luar atau pola garis bentuknya
(countour), sedangkan strktur ekonomi menggambarkan bagian dalamnya (anatomi)
suatu perekonomian.
Profil perekonomian Indonesia
menjelang akhir Pelita V ditunjukkan oleh empat segi yang kait mengkait dalam
perkembangan keadaan, yaitu : pertumbuhan ekonomi, lapangan kerj aproduktif,
neraca perdangan dan pembayaran luar negeri, perkembangan harga dalam negeri
(infalsi). Empat segi permasalahan itu sekaligus dijadikan serangkaian tolok
ukur dalam penilaian kita tentang jalannya perekonomian dalam perjalanan waktu.
(Soemitro Djojohadikusumo, 1993).
a. Pertumbuhan
Ekonomi
Ø Kebijaksanaan
deregulasi sejak tahun 1983 mendorong terjadinya ekspansi ekonomi dan ekspansi
moneter. Serangkaian deregulasi mendorong kegitan swasta untuk melakukan
ekspansi ekonomi. Sementara meningkatnya permintaan domestik, baik permintaan
untuk konsumsi maupun untuk investasi, mendorong terjadinya ekspansi moneter.
B. PROSES TRANSFORMASI
STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
Perkembangan ekonomi Indonesia
selama masa 25 tahun berselang diteroping dari sudut pandang tentang
pembangunan ekonomi sebagai proses transisi yang dalam perjalanan waktu
ditandai oleh transformasi multidimensional dan menyangkut perubahan pada
struktur ekonomi. Akan ditinjau beberapa pokok dalam perubahan struktur selama lima tahap Pelita
(Pembangunan Jangka Panjang Tahap I).
(Soemitro Djojohadikusumo, 1993).
1. Proses Akumulasi
Sumber Daya Produksi
·
Sumber dayaproduksi adalah aset-aset produktif atau faktor-faktor
produksi (Tanah, tenaga kerja, kapital produksi (output) diperlukan peningkatan
atau tambahan faktor-faktor produksi (input).
·
Akumulasi menyangkut proses pembinaan sumber daya produksi (produktive
resources) untuk meningkatkan kemampuan berproduksi secara kontinu. Selama masa
pembangunan 25 tahun telah terjadi akumulasi sumber daya produksi dalam jumlah
yang besar dan sangat berarti.
·
Indikator adanya akumulasi sumber daya produksi :
1) Produk domestik
bruto (PDB, GDP) secara riil meningkat 4 kali lipat. Tingkat hidup rata-rata
(GDP per kapita) meningkat 2,5 kali lipat.
2) Keberhasilan
penyediaan pangan : Pelita I sebagai negara pengimpor beras terbesar, sedangkan
akhir Pelita III sudah mencapai swasembada beras.
3) Keberhasilan
melaksanakan Program Keluarga Berencana (KB) : dari Pelita I – Pelita V (25
tahun) tingkat pertambahan penduduk turun dari 2,5% menjadi 1,7%.
4) Pertumbuhan
ekonomi menunjukkan trend meningkat: meskipun lajunya mengalami siklus
naik-turun. Secara rata-rata diperkirakan masih 6,8% setahun.
5) Investasi
rata-rata per tahun meningkat: dalam Pelita I rata-rata 15% (dari PDB), sedang
dalam Pelita V rata-rata mencapai 33%.
·
Kelemahan/ kekurangan yang menyertai proses akumulasi :
1) Pelaksanaan
Investasi modal kurang efisien dan efektif : nisbah tambahan investasi
terhadap tambahan hasil (ICOR = Incremental Capital Output Ratio) selama
10 tahun (1984-1993) angkanya terlalu besar, yaitu 5 (investasi rata-rata
33,4%, laju pertumbuhan ekonomi 6,8% sehingga ICOR = 33,4 : 6,8 = 4,9 atau
dibulatkan 5).
Ø Memang
benar bahwa dalam proses pembangunan investasi untuk infrastruktur bersifat
slow vielding dan low vielding, tetapi sebagian pemborosan karena kelemahan
teknis dalam perencanaan, penyelenggaraan dan perawatan proyek-proyek investasi
serta kelemahan institusional (organisasi) seperti penyimpangan,
penyelewenanga. Jadi inefisiensi karena terjadinya mismanagement
2) Terjadi
saving-investment gap
Besarnya investasi tidak
diimbangi oleh tabungan nasional yang memadai, tingkat investasi melampaui
tingkat tabungan. Selama Pelita V tingkat investasi 33,4%, sedangkan tingkat
tabungan nasional hanya 29,9% (dari PN).
Ø Kekurangan
dana untuk investasi sebesar 3,5% (33,4% - 29,9%) harus ditutup dengan
pemasukan modal dari luar negeri.
Ø Masalah
di atas menunjukkan pentingnya usaha untuk meningkatkan tabungan nasional
dengan disertai upaya untuk menurunkan angka ICOR.
3) Adanya Perbedaan
laju pertumbuhan sektor pertanian dan laju pertumbuhan sektor industri
Secara menyeluruh laju
pertumbuhan ekonomi selama Pelita V mencapai 6,8 per tahun, dimana laju
pertumbuhan sektor pertanian hanya 2,7% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan
sektor industri mencapai 11% per tahun.
Ø Hal
ini menunjukkan bahwa produktivitas dan pendapatan riil di sektor industri
lebih besar sekitar 4 kali lipat daripada sektor pertanian.
Ø Tanpa
intervensi aktif dari pihak kebijaksanaan negara, ketimpangan itu cenderung
berlangsung terus, bahkan akan menjadi semakin besar.
2. Proses Alokasi
Ssumber Daya Produksi
·
Sumber daya produksi khususnya investasi sangat penting bagi pembangunan
baik secara kuantitatif (menyangkut jumlahnya) maupun secara kualitatif
(menyangkut alokasinya).
·
Alokasi sumber dayaproduksi dalam proses pembangunan menyangkut pola
penggunaan sumber daya produksi antar sektor, antar daerah dan antar lingkungan
kota dan daerah
pedesaan. Selama PJPT I telah terjadi perubahan struktural di bidang produksi
dan perdagangan, namun mengenai k esempatan kerja tetap statis.
a. Struktur
Produksi : Pelita I (1969-1973) sektor pertanian menyumbang 44%, sektor
industri 9%. Menjelang akhir Pelita V (1989-1993) sektor pertanian menyumbang
19%, sedang sektor industri sudah 20%. Dari sudut peranan industri, Indonesia
memasuki kategori negara semi industri.
b. Struktur
Perdagangan, dilihat dari jenis komoditi dan sumbangannya terhadap nilai ekspor
: Akhir Pelita I (1973) sumbangan minak dan gas bumi (Migas) sebesar 75%,
sumbangan sektor di luar migas (non migas) sebesar 25%. Pada akhir Pelita V
(1993) terjadi perubahan perimbangan, yaitu dari sektor migas 34%, sedang dari
sektor non migas meningkat 66%.
- Terjadi
proses diversifikasi di bidang produksi dan perdaganagn : Akhir Pelita V
sumbangan sektor non-migas (66%) terdiri dari : 71% produk industri, 15% produk
pertanian dan 4% hasil pertambangan.
C. ANALISIS KEBIJAKAN
TRANSFORMASI STRUKTURAL
·
Program penyesuaian ekonomi struktural dan reformasi ekonomi yang
dilakukan pemerintah Indonesia sejak anjloknya harga minyak di pasar dunia pada
pertengahan tahun 1980-an mencakup empat kategori besar, yaitu (1) Pengaturan
nilai tukar rupiah (excahge rate menagement), (2) Kebijakan fiskal, (3) kebijakan
moneter dan keuangan, (4) kebijakan perdagangan dan deregulasi atau reformasi
di sektor riil dan moneter. Reformasi ekonomi di Indonesia di awali dengan
devaluasi pertama pada tahun 1983 dan kedua pada tahun 1986 dengan tujuan
meningkatkan volume ekspor manufaktur. Hasilnya memang positif, dari 3.184
miliar dolar AS pada tahun 1986 menjadi 5.021 miliar dolar AS. Sejak perubahan
strategi dari SI (substitusi impor) ke promosi ekspor (PE) diperkuat dengan
devaluasi, ada tanda-tanda bahwa ekspor manufaktur Indonesia akan meningkat terus.
Dilihat dalam periode 12 tahun, dari tahun 1980 hingga tahun 1992, nilai ekspor
komoditas pertanian dibandingkan PDB menunjukkan trend menurun walaupun ada
fluktuasi selaam periode tersebut.
(dikutip dari beberapa sumber
oleh Tulus Tambunan, 1996).
Faktor-faktor penyebab transisi ekonomi:
1. Kondisi dan Struktur awal
ekonomi dalam negeri
Suatu negara
yang pada awal pembangunan ekonomi sudah memiliki industri-industri dasar yang
relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat.
2. Besarnya pasar dalam negeri
Pasar dalam negeri yang besar merupakan salah satu
faktor insentif bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena
menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi.
3. Pola distribusi pendapatan
Merupakan faktor pendukung dari faktor pasar.
Tingkat pendapatan tidaklah berarti bagi pertumbuhan industri-industri bila
distribusinya sangat pincang.
4. Karakteristik Industrialisasi
Mencakup cara pelaksanaan
atau strategi pembangunan industri yang diterapkan, jenis industri yang
diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang diberikan.
5. Keberadaan sumber daya alam
Ada kecenderungan bahwa
negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, terlambat
melakukan industrialisasi, tidak berhasil melakukan diversifikasi ekonomi
(perubahan struktur) daripada negara yang miskin
SDA.
6. Kebijakan perdagangan luar negeri
Negara yang
menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking policy), pola
hasil industrialisasinya akan berkembang tidak efisien dibandingkan
negara-negara yang menerapkan outward looking policy.
Kasus di Indonesia
Ø Perubahan struktur ekonomi boleh dikatakan cukup pesat. Periode sejak tahun
1983 hingga krisis ekonomi peran sektor-sektor primer cenderung menurun
sedangkan sektor sekunder (seperti industri manufaktur; listrik, gas, dan air;
serta kontruksi) dan sektor tersier (perdagangan, hotel, dan restoran,
transport& komunikasi, bank& keuangan, dan kegiatan-kegiatan ekonomi
lainnya) terus meningkat.
Ø Pada sektor pertanian sendiri juga telah terjadi perubahan struktur ekonomi
antar subsektor yang tidak seimbang dengan perubahan struktur pangsa penyerapan
tenaga kerja. Beban penumpukan tenaga kerja yang terjadi saat ini pada sektor
pertanian tidak terdistribusi dengan merata pada masing-masing subsektor,
dimana hampir semuanya ditanggung subsektor tanaman pangan sehingga kondisi
keluarga petani tanaman pangan semakin memprihatinkan.
Ø Secara umum telah terjadi perbaikan kualitas sumber daya manusia di Indonesia,
terbukti komposisi penduduk dengan pendidikan setara pendidikan setara
pendidikan menengah ke atas semakin besar, sebaliknya komposisi penduduk dengan
tingkat pendidikan sekolah dasar ke bawah berkurang. Namun, perbaikan kualitas
sumber daya manusia tersebut tidak diikuti oleh adanya kemampuan dari
pemerintah Indonesia untuk menciptakan kesempatan kerja sesuai dengan
kualifikasi dari perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut.
Solusi Masalah
1) Untuk mengatasi terjadinya
penumpukan tenaga kerja di sektor pertanian yang pada umumnya berada di daerah
pedesaan dapat dilakukan melalui pengembangan industri berbasis pedesaan,
dengan harapan di satu sisi mampu menyerap kelebihan tenaga kerja tersebut, dan
di sisi lain mampu mendatangkan nilai tambah bagi produk pertanian. Sehingga pada akhirnya proses percepatan
pemiskinan di sektor pertanian bisa diperlambat.
2) Pengembangan teknologi pertanian
terutama pada daerah-daerah yang kelebihan tenaga kerja sebaiknya diarahkan
pada inovasi teknologl sarat tenaga kerja, sehingga masalah kelebihan tenaga
kerja pada daerah tersebut dapat dikurangi.
3) Perlu adanya restrukturisasi industri
di Indonesia yang mengarah pada kesesuaian denga kualitas dan kualifikasi
tenaga kerja yang ada sekarang. Sebaliknya, jenis pendidikan yang harus
dikembangkan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, khususnya
pasar tenaga kerja pada sektor industri.
DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia. Teori Dan Temuan
Empiris. Jakarta: ERLANGGA
Djojohadikusumo,
Soemitro (1993), Dasar Teori Ekonomi
Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, LP3ES, Jakarta.
Dasril, Anna
S.N. (1998), “peranan Agrobisnis dalam
Pemberdayaan Ekonomi Rakyat”, Makalah pada Seminar Pemulihan Hak dan
Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, dalam rangka Dies Natalis USAKTI ke 33, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar