Selasa, 19 Maret 2013

transformasi struktural perekonomian indonesia




  TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA

1.      Perubahan Struktur Ekonomi
·         Suatu proses pembangunan ekonomi yang cukup lama dan telah menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonominya. Perubahan struktur ekonomi terjadi akibat perubahan sejumlahf aktor, bisas hanya dari sisi permintaan agregat, sisi penawran agregat atua dari kedua sisi pada waktu yang bersamaan (Tulus Tambunan, 1996).

·         Dari sisi permintaan agregat, faktor yang sangat dominan adalah peningkatan tingkat pendapatan masyarakat rata-rata yang perubahannya mengakibatkan perubahan dalam selera dan komposisi barang-barang yang dikonsumsi. Hal ini menggairahkan pertumbuhan industri baru.

·         Dari sisi penawaran agregat, faktor utamanya adalah perubahan teknologi dan penemuan bahan baku atau material baru untuk berproduksi, yang semua ini memungkinkan untuk membuat barang-barang baru dan akibat realokasi dana investasi serta resources utama lainnya dari satu sektor ke sektor yang lain. Realokasi ini disebabkan oleh kebijakan, terutama industrialisasi dan perdagangan, dari pemerintah yang memang mengutamakan pertumbuhan output di sektor-sektor tertentu, misalnya industri (Tulus Tambunan, 1996).

2.      Profil Perekonomian Indonesia Akhir Pelita V

·         Profil ekonomi memberikan gambaran luar atau pola garis bentuknya (countour), sedangkan strktur ekonomi menggambarkan bagian dalamnya (anatomi) suatu perekonomian.
Profil perekonomian Indonesia menjelang akhir Pelita V ditunjukkan oleh empat segi yang kait mengkait dalam perkembangan keadaan, yaitu : pertumbuhan ekonomi, lapangan kerj aproduktif, neraca perdangan dan pembayaran luar negeri, perkembangan harga dalam negeri (infalsi). Empat segi permasalahan itu sekaligus dijadikan serangkaian tolok ukur dalam penilaian kita tentang jalannya perekonomian dalam perjalanan waktu.
(Soemitro Djojohadikusumo, 1993).

a.       Pertumbuhan Ekonomi

Ø  Kebijaksanaan deregulasi sejak tahun 1983 mendorong terjadinya ekspansi ekonomi dan ekspansi moneter. Serangkaian deregulasi mendorong kegitan swasta untuk melakukan ekspansi ekonomi. Sementara meningkatnya permintaan domestik, baik permintaan untuk konsumsi maupun untuk investasi, mendorong terjadinya ekspansi moneter.


B.     PROSES TRANSFORMASI STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Perkembangan ekonomi Indonesia selama masa 25 tahun berselang diteroping dari sudut pandang tentang pembangunan ekonomi sebagai proses transisi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh transformasi multidimensional dan menyangkut perubahan pada struktur ekonomi. Akan ditinjau beberapa pokok dalam perubahan struktur selama lima tahap Pelita (Pembangunan Jangka Panjang Tahap I).
(Soemitro Djojohadikusumo, 1993).

1.      Proses Akumulasi Sumber Daya Produksi
·         Sumber dayaproduksi adalah aset-aset produktif atau faktor-faktor produksi (Tanah, tenaga kerja, kapital produksi (output) diperlukan peningkatan atau tambahan faktor-faktor produksi (input).
·         Akumulasi menyangkut proses pembinaan sumber daya produksi (produktive resources) untuk meningkatkan kemampuan berproduksi secara kontinu. Selama masa pembangunan 25 tahun telah terjadi akumulasi sumber daya produksi dalam jumlah yang besar dan sangat berarti.
·         Indikator adanya akumulasi sumber daya produksi :
1)      Produk domestik bruto (PDB, GDP) secara riil meningkat 4 kali lipat. Tingkat hidup rata-rata (GDP per kapita) meningkat 2,5 kali lipat.
2)      Keberhasilan penyediaan pangan : Pelita I sebagai negara pengimpor beras terbesar, sedangkan akhir  Pelita III sudah mencapai swasembada beras.
3)      Keberhasilan melaksanakan Program Keluarga Berencana (KB) : dari Pelita I – Pelita V (25 tahun) tingkat pertambahan penduduk turun dari 2,5% menjadi 1,7%.
4)      Pertumbuhan ekonomi menunjukkan trend meningkat: meskipun lajunya mengalami siklus naik-turun. Secara rata-rata diperkirakan masih 6,8% setahun.
5)      Investasi rata-rata per tahun meningkat: dalam Pelita I rata-rata 15% (dari PDB), sedang dalam Pelita V rata-rata mencapai 33%.

·         Kelemahan/ kekurangan yang menyertai proses akumulasi :

1)      Pelaksanaan Investasi modal kurang efisien dan efektif : nisbah tambahan investasi  terhadap tambahan hasil (ICOR = Incremental Capital Output Ratio) selama 10 tahun (1984-1993) angkanya terlalu besar, yaitu 5 (investasi rata-rata 33,4%, laju pertumbuhan ekonomi 6,8% sehingga ICOR = 33,4 : 6,8 = 4,9 atau dibulatkan 5).
Ø  Memang benar bahwa dalam proses pembangunan investasi untuk infrastruktur bersifat slow vielding dan low vielding, tetapi sebagian pemborosan karena kelemahan teknis dalam perencanaan, penyelenggaraan dan perawatan proyek-proyek investasi serta kelemahan institusional (organisasi) seperti penyimpangan, penyelewenanga. Jadi inefisiensi karena terjadinya mismanagement

2)      Terjadi saving-investment gap
Besarnya investasi tidak diimbangi oleh tabungan nasional yang memadai, tingkat investasi melampaui tingkat tabungan. Selama Pelita V tingkat investasi 33,4%, sedangkan tingkat tabungan nasional hanya 29,9% (dari PN).
Ø  Kekurangan dana untuk investasi sebesar 3,5% (33,4%  - 29,9%) harus ditutup dengan pemasukan modal dari luar negeri.
Ø  Masalah di atas menunjukkan pentingnya usaha untuk meningkatkan tabungan nasional dengan disertai upaya untuk menurunkan angka ICOR.

3)      Adanya Perbedaan laju pertumbuhan sektor pertanian dan laju pertumbuhan sektor industri
Secara menyeluruh laju pertumbuhan ekonomi selama Pelita V mencapai 6,8 per tahun, dimana laju pertumbuhan sektor pertanian hanya 2,7% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan sektor industri mencapai 11% per tahun.
Ø  Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas dan pendapatan riil di sektor industri lebih besar sekitar 4 kali lipat daripada sektor pertanian.
Ø  Tanpa intervensi aktif dari pihak kebijaksanaan negara, ketimpangan itu cenderung berlangsung terus, bahkan akan menjadi semakin besar.

2.      Proses Alokasi Ssumber Daya Produksi

·         Sumber daya produksi khususnya investasi sangat penting bagi pembangunan baik secara kuantitatif (menyangkut jumlahnya) maupun secara kualitatif (menyangkut alokasinya).
·         Alokasi sumber dayaproduksi dalam proses pembangunan menyangkut pola penggunaan sumber daya produksi antar sektor, antar daerah dan antar lingkungan kota dan daerah pedesaan. Selama PJPT I telah terjadi perubahan struktural di bidang produksi dan perdagangan, namun mengenai k esempatan kerja tetap statis.
a.       Struktur Produksi : Pelita I (1969-1973) sektor pertanian menyumbang 44%, sektor industri 9%. Menjelang akhir Pelita V (1989-1993) sektor pertanian menyumbang 19%, sedang sektor industri sudah 20%. Dari sudut peranan industri, Indonesia memasuki kategori negara semi industri.
b.      Struktur Perdagangan, dilihat dari jenis komoditi dan sumbangannya terhadap nilai ekspor : Akhir Pelita I (1973) sumbangan minak dan gas bumi (Migas) sebesar 75%, sumbangan sektor di luar migas (non migas) sebesar 25%. Pada akhir Pelita V (1993) terjadi perubahan perimbangan, yaitu dari sektor migas 34%, sedang dari sektor non migas meningkat 66%.
-          Terjadi proses diversifikasi di bidang produksi dan perdaganagn : Akhir Pelita V sumbangan sektor non-migas (66%) terdiri dari : 71% produk industri, 15% produk pertanian dan 4% hasil pertambangan.
C.    ANALISIS KEBIJAKAN TRANSFORMASI STRUKTURAL

·         Program penyesuaian ekonomi struktural dan reformasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak anjloknya harga minyak di pasar dunia pada pertengahan tahun 1980-an mencakup empat kategori besar, yaitu (1) Pengaturan nilai tukar rupiah (excahge rate menagement), (2) Kebijakan fiskal, (3) kebijakan moneter dan keuangan, (4) kebijakan perdagangan dan deregulasi atau reformasi di sektor riil dan moneter. Reformasi ekonomi di Indonesia di awali dengan devaluasi pertama pada tahun 1983 dan kedua pada tahun 1986 dengan tujuan meningkatkan volume ekspor manufaktur. Hasilnya memang positif, dari 3.184 miliar dolar AS pada tahun 1986 menjadi 5.021 miliar dolar AS. Sejak perubahan strategi dari SI (substitusi impor) ke promosi ekspor (PE) diperkuat dengan devaluasi, ada tanda-tanda bahwa ekspor manufaktur Indonesia akan meningkat terus. Dilihat dalam periode 12 tahun, dari tahun 1980 hingga tahun 1992, nilai ekspor komoditas pertanian dibandingkan PDB menunjukkan trend menurun walaupun ada fluktuasi selaam periode tersebut.
(dikutip dari beberapa sumber oleh Tulus Tambunan, 1996).
Faktor-faktor penyebab transisi ekonomi:
1. Kondisi dan Struktur awal ekonomi dalam negeri
Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi sudah memiliki industri-industri dasar yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat.
2. Besarnya pasar dalam negeri
Pasar dalam negeri yang besar merupakan salah satu faktor insentif bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi.
3. Pola distribusi pendapatan
Merupakan faktor pendukung dari faktor pasar. Tingkat pendapatan tidaklah berarti bagi pertumbuhan industri-industri bila distribusinya sangat pincang.
4. Karakteristik Industrialisasi
Mencakup cara pelaksanaan atau strategi pembangunan industri yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang diberikan.
5. Keberadaan sumber daya alam
Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, terlambat melakukan industrialisasi, tidak berhasil melakukan diversifikasi ekonomi (perubahan struktur) daripada negara yang miskin
SDA.
6. Kebijakan perdagangan luar negeri
Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking policy), pola hasil industrialisasinya akan berkembang tidak efisien dibandingkan negara-negara yang menerapkan outward looking policy.
Kasus di Indonesia
Ø Perubahan struktur ekonomi boleh dikatakan cukup pesat. Periode sejak tahun 1983 hingga krisis ekonomi peran sektor-sektor primer cenderung menurun sedangkan sektor sekunder (seperti industri manufaktur; listrik, gas, dan air; serta kontruksi) dan sektor tersier (perdagangan, hotel, dan restoran, transport& komunikasi, bank& keuangan, dan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya) terus meningkat.
Ø Pada sektor pertanian sendiri juga telah terjadi perubahan struktur ekonomi antar subsektor yang tidak seimbang dengan perubahan struktur pangsa penyerapan tenaga kerja. Beban penumpukan tenaga kerja yang terjadi saat ini pada sektor pertanian tidak terdistribusi dengan merata pada masing-masing subsektor, dimana hampir semuanya ditanggung subsektor tanaman pangan sehingga kondisi keluarga petani tanaman pangan semakin memprihatinkan.
Ø Secara umum telah terjadi perbaikan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, terbukti komposisi penduduk dengan pendidikan setara pendidikan setara pendidikan menengah ke atas semakin besar, sebaliknya komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar ke bawah berkurang. Namun, perbaikan kualitas sumber daya manusia tersebut tidak diikuti oleh adanya kemampuan dari pemerintah Indonesia untuk menciptakan kesempatan kerja sesuai dengan kualifikasi dari perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut.
Solusi Masalah
1) Untuk mengatasi terjadinya penumpukan tenaga kerja di sektor pertanian yang pada umumnya berada di daerah pedesaan dapat dilakukan melalui pengembangan industri berbasis pedesaan, dengan harapan di satu sisi mampu menyerap kelebihan tenaga kerja tersebut, dan di sisi lain mampu mendatangkan nilai tambah bagi produk pertanian. Sehingga pada akhirnya proses percepatan pemiskinan di sektor pertanian bisa diperlambat.
2) Pengembangan teknologi pertanian terutama pada daerah-daerah yang kelebihan tenaga kerja sebaiknya diarahkan pada inovasi teknologl sarat tenaga kerja, sehingga masalah kelebihan tenaga kerja pada daerah tersebut dapat dikurangi.
3) Perlu adanya restrukturisasi industri di Indonesia yang mengarah pada kesesuaian denga kualitas dan kualifikasi tenaga kerja yang ada sekarang. Sebaliknya, jenis pendidikan yang harus dikembangkan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, khususnya pasar tenaga kerja pada sektor industri.

DAFTAR PUSTAKA

Tambunan, Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia. Teori Dan Temuan Empiris. Jakarta: ERLANGGA
Djojohadikusumo, Soemitro (1993), Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, LP3ES, Jakarta.
Dasril, Anna S.N. (1998), “peranan Agrobisnis dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat”, Makalah pada Seminar Pemulihan Hak dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, dalam rangka Dies Natalis USAKTI ke 33, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar